Selasa, 10 Januari 2012

Pembangunan Ekonomi vs Eksistensi Sejarah Budaya

Pembangunan merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pembangunan suatu daerah dilakukan untuk mengembangkan suatu daerah tersebut agar menjadi lebih baik, teratur, dan lebih bermanfaat bagi masyarakat di wilayah tersebut. Manfaat pembangunan juga supaya daerah tersebut menjadi maju dan lebih dikenal oleh masyarakat yang berada di luar daerah. Di Negara Indonesia yang merupakan sebuah negara berkembang, pembangunan sering dilaksanakan seiring dengan berjalannya waktu yang bertujuan supaya menjadi Negara yang lebih maju.

Konsep pembangunan yang baik adalah berupa pembangunan yang bermanfaat bagi seluruh pihak dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh konkret yang telah terjadi adalah rencana pembangunan mall di daerah Purwosari, Kota Solo, Jawa Tengah yang merupakan komando dari Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo yang kerap disebut Bibit. Tanpa memperdulikan berbagai aspek yang ada, komando tersebut dengan lancarnya keluar dari ucapan Bibit. Rencana pembangunan mall tersebut diperkiraan akan membongkar salah satu situs bersejarah di Surakarta yaitu bekas pabrik Es Saripetojo karena direncanakan akan dibangun di lahan tersebut. Pabrik Es Saripetojo merupakan tempat bersejarah bagi Indonesia pada masa kolonial Belanda, yang berperan sebagai tempat pembuatan es batu. Strategi Belanda dalam beradaptasi di lingkungan tropis juga tercetak dalam foto yang berlatarbelakang Pabrik Es Saripetojo, dan berkat pabrik itulah masyarakat sekitar mengenal adanya es batu. Rencana pembangunan mall juga dikhawatirkan akan mengganggu usaha pasar tradisional yang memang menjadi fokus pembangunan Kota Solo. Lagipula jumlah mall yang terdapat di Kota Solo juga sudah cukup banyak.

Rencana ini sungguh sangat bertolakbelakang dengan slogan yang dipaparkan oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat Pilkada yaitu bali ndeso mbangun ndeso yang berarti kembali ke desa dan membangun desa tersebut dengan eksistensi tradisional. Untungnya, komando untuk menggantikan bekas pabrik manjadi mall yang keluar dari perkataan Bibit telah berhasil digagalkan oleh penolakan dari Walikota Surakarta, Ir. Joko Widodo yang kerap disebut Jokowi.

Penolakan yang dilakukan oleh Jokowi sangat beralasan dan berpihak kepada kelangsungan hidup masyarakat Solo yang kental akan budaya dan sejarah. Menjaga bekas pabrik es peninggalan Belanda lebih berbudaya daripada pembangunan mall. Kota Solo merupakan kota budaya yang menjaga kotanya untuk mencegah global warming, mengadakan pameran budaya, mengadakan hari bebas kendaraan bermotor di waktu dan tempat tertentu, dan tata kota juga dilakukan dengan rapi. Keteladanan Jokowi telah mendapat antusias dari masyarakat kota Solo dibuktikan dengan ketika pencalonan walikota periode lima tahun kedua, beliau mendapatkan lebih dari 90% suara dari masyarakat kota Solo. Tidak hanya itu saja, keteladanan beliau juga teruji ketika mendapat celaan dari Bibit karena telah menolak pembangunan mall di kota Solo yang menggantikan situs pabrik es tersebut. Berikut merupakan kutipan yang terlontar dari ucapan Bibit:
‘ "Wali Kota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?" kata Bibit kepada Tempo setelah mendampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto meresmikan Jembatan Pabelan di Magelang pada Sabtu lalu.’

Sungguh merupakan perkataan yang kurang pantas terlontar dari ucapan seorang Gubernur dan ironisnya, sampai saat ini Bibit tetap bersikeras dan berkeinginan untuk membangun mall di tempat bekas pabrik yang merupakan salah satu cagar budaya bersejarah yang terdapat di kota Solo.

Perkataan tersebut telah menyebabkan kemarahan dan kecaman dari warga karena telah menghina orang nomor satu di Kota Solo. Penghinaan terhadap Jokowi yang tersebar di berbagai media massa telah menurunkan rasa hormat warga Solo terhadap Bibit. Penghinaan terhadap walikota sama saja penghinaan terhadap seluruh warga Solo.

Sisipan kata bodoh yang dilontarkan Bibit sungguh tidak beralasan, seakan-akan kata bodoh tersebut hanyalah karena Jokowi tidak sependapat dengan apa yang diperintahkan oleh Bibit dan dianggap telah melawan keputusan Gubernur. Faktanya, Jokowi adalah orang “bodoh” yang mendapat sanjungan dari masyarakat Solo dan di luar Solo, menata kota menjadi rapi, dan bersih dari korupsi. Berikut adalah tanggapan Jokowi ketika dikatakan bodoh oleh Bibit:
‘ "Iya, saya itu memang masih bodoh. Masih harus banyak belajar ke banyak orang. Dibilang begitu ya nggak apa-apa," kata Jokowi di Balaikota Surakarta,’

Akan tetapi untuk lebih baiknya, warga Solo diharapkan agar lebih berkepala dingin dalam menyikapi hal tersebut. Bangsa yang besar tidak boleh menghina bangsa lain dalam arti lain dapat dianalogikan dengan warga Solo, tetap tunjukkan eksistensi sebagai bangsa Indonesia sebagai penganut budaya timur yang bersikap lemah-lembut, ramah, santun, dan sabar dalam menghadapi suatu hinaan tanpa harus membalasnya. Lontaran tersebut sebaiknya dianggap sebagai cobaan yang diberikan kepada suatu masyarakat di daerah Solo supaya lebih maju dan dianggap sebagai masyarakat yang baik oleh masyarakat luar.

Memang benar salah satu pertimbangan untuk membangun mall adalah karena ingin memajukan perekonomian Jawa Tengah. Namun, eksistensi budaya dan nilai historical Indonesia harus tetap terjaga serta harus diselaraskan dengan perkembangan pembangunan ekonomi daerah. Akan tetapi yang menjadi suatu masalah dan yang menimbulkan kecaman adalah perkataan yang dilontarkan Bibit kepada Jokowi yang kurang sesuai jika perkataan tersebut dilontarkan oleh seorang petinggi daerah. Apabila Bibit tidak melontarkan kutipan-kutipan yang menyinggung perasaan masyarakat Solo, maka hal tersebut tidak akan menjadi masalah yang besar melainkan hanya menimbulkan kontroversi masalah kecil yang dapat diselesaikan bersama.

 Esensi kemajuan bangsa yang sesungguhnya adalah jika bangsa tersebut dapat menyeimbangkan antara tingkatan pembangunan ekonomi dan eksistensi budaya. Apabila suatu negara hanya memiliki salah satunya saja itu akan menjadi kurang baik untuk kedepannya. Dampak perkembangan ekonomi dilakukan supaya suatu bangsa menjadi negara yang maju dan makmur sedangkan eksistensi budaya diperlukan supaya suatu negara mendapat pengakuan yang dipandang unik oleh negara lain yang menjadi suatu identitas nasional.

Berdasarkan permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pemerintahan Indonesia masih terdapat beberapa oknum yang kurang mempedulikan aspek budaya dan sejarah di indonesia. Meskipun pembangunan ekonomi juga diperlukan, tetapi tersebut sebaiknya berjalan selaras dengan eksistensi budaya yang merupakan identitas daerah. Apabila oknum pemerintahan menegaskan tentang keselarasan antara pembangunan ekonomi, kebudayaan, dan aspek historical negara Indonesia seperti Jokowi, bisa saja negara Indonesia sekarang telah menjadi negara yang lebih maju dan kaya akan sejarah budaya. Hal terpenting yang perlu diperhatikan lagi adalah masih kurangnya kontrol emosi yang terlontar dari ucapan seorang petinggi daerah yang disebabkan karena perbedaan pendapat. Masalah ini perlu disikapi dengan serius karena petinggi merupakan panutan rakyat dan untuk kedepannya supaya dapat diminimalisasi. Oleh karena itu, banyak sekali aspek-aspek internal yang membuat negara Indonesia kurang maju dalam aspek pembangunan ekonomi dan lunturnya sejarah budaya yang dimiliki. Untuk menyikapinya, diperlukan kesadaran dari bangsa Indonesia untuk menghargai budaya Indonesia sebagai implementasi dari sikap nasionalisme disamping kebutuhan Indonesia akan sosok pemerintah yang tegas, jujur, berbudaya, dapat mengendalikan perkataan, dan bebas korupsi untuk tercipta Indonesia yang lebih maju dan tetap berbudaya.

Dimas Aryo Anggoro
1102001019

Masalah PNS Indonesia dan reformasi birokrasi

Beberapa mahasiswa memasuki sebuah ruangan di kantor instansi pemerintahan untuk mengurus surat rekomendasi. Mereka disuruh menunggu beberapa saat. Mahasiswa-mahasiswa tersebut melihat para pegawai pemerintahan; ada yang sedang sibuk main game di depan komputer, ada yang sedang makan, ada yang sedang asik bermain catur. Padahal saat itu adalah jam kerja. Apa yang terjadi? Ini adalah salah satu potret kerusakan dan kekacauan birokrasi di Indonesia. Pegawai Negeri yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selayaknya melakukan tugas dengan sebaik-baiknya sebagai bentuk pengabdian terhadap negara malah meng’korupsi’ waktu kerja mereka.
 

PNS sepertinya akan menjadi pekerjaan yang menjanjikan di masa depan, karena secara umum gajinya tergolong tinggi, dan pekerjaannya dijamin oleh negara. Gaji terendah pegawai negeri saat ini sebesar Rp 2.256.100 (gaji pokok dan tunjangan). Itu untuk pegawai golongan I-A dengan masa kerja satu tahun dan belum kawin. Adapun upah pegawai negeri tertinggi untuk golongan IV-E dengan masa kerja 32 tahun dan tidak kawin Rp 5.688.600. Standar untuk TNI/Kepolisian RI, dari Rp 2.912.200 untuk tamtama masa dinas dua tahun sampai Rp 4.197.800 untuk perwira tinggi golongan IV-D dengan masa kerja dua tahun. (sumber: surabaya post)
 
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Abubakar menyatakan ada tiga masalah besar dalam birokrasi di negeri ini yang membuat pelayanan publik tidak berjalan baik. Masalah pertama adalah banyaknya jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi kebanyakan diantara mereka tidak memiliki skill sehingga sering tidak tahu apa yang harus dikerjakannya. PNS penuh, enggak ada kerja, di kantor cuma main games. Kemudian distribusi PNS yang tidak merata dan sesuai kebutuhan. Penempatan PNS sering menumpuk di perkotaan. Seperti penempatan guru misalnya, ada sekolah yang satu mata pelajaran diasuh oleh tiga guru, sementara di sekolah lain seorang guru harus mengajar tiga pelajaran karena kurang guru. Ini terjadi hampir disemua daerah, tidak hanya di Aceh. Masalah lain, lanjut dia, adalah buruknya proses perekrutan atau mengandung unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Proses tes penerimaan PNS sekarang dinilai juga belum menjurus kepada menguji skil dan kemampuan.
 
Sebenarnya kurangnya kualitas PNS adalah sebuah kerusakan pada sistem, serta kurangnya kualitas dari pejabat berwenang. Akibatnya kerusakan sistem itu merambat ke pejabat-pajabat di bawahnya. Pegawai negeri yang berada di bawah, ketika tidak mendapat tugas dari atasannya atau mendapat tugas yang tidak sesuai dengan kapasitasnya, tentu tidak bisa melakukan apa-apa. Sementara PNS yang di atas yang terkadang pusing mendapat bawahan dengan kualitas yang kurang bagus; jika mau dikirim training atau seminar, sering terbentur dengan peraturan kepegawaian, ketatnya anggaran serta motivasi pegawai tersebut. Masalah yang juga sering terjadi adalah penyeragaman sistem di seluruh Indonesia, padahal kondisi tiap instansi & tiap daerah tidak sama untuk merubah sistem teknis ini lagi-lagi terbentur kemampuan SDM strategis di level atas yang overload. Menurut saya untuk peningkatan kualitas Pegawai Negeri sipil, perlu diberlakukan pengaturan gaji pegawai negeri sesuai dengan beban kerja, bukan berdasarkan jabatan di instansi.
 
Peningkatan kualitas pegawai negeri sipil juga berkaitan erat dengan masalah-masalah reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur.
 
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
 
Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melihat reformasi birokrasi yang lamban, rakyat sebenarnya sudah lama marah juga. Sebab, rakyatlah yang sehari-hari terpaksa menghadapi banyak birokrasi yang tak bisa diandalkan itu. Bedanya, presiden punya kekuasaan untuk mengubah dengan lebih cepat keadaan tersebut, sedangkan rakyat tidak. Sebenarnya, rakyat juga punya ”kekuasaan” untuk mengubah, tetapi rumit, harus lewat pemilu, dan aspirasi perubahan harus berproses di birokrasi yang lamban itu juga.
 
Kita tentu senang karena ternyata presiden tak nyaman dengan keadaan tersebut. Dengan begitu, kita bisa mengharapkan presiden menggunakan tangan kekuasaannya untuk mengubah keadaan. Pemerintah kita titipi kekuasaan, memang, sebagai ikhtiar untuk mengubah nasib rakyat dan presiden pasti sudah melakukan banyak upaya untuk mengubah keadaan.
 
Untuk yang berada di birokrasi, perubahan itu agaknya harus lebih dipercepat. Street level bureaucracy mengorbankan banyak rakyat untuk memperkaya diri. Ada instansi yang bebal dengan aneka kritik. Contohnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang selalu disorot KPK sebagai institusi yang tak sigap memperbaiki diri.
 
Salah satu problem terberat birokrasi adalah suka memeras. Seakan-akan birokrasi adalah institusi yang seret sehingga setiap saat pengguna jasa layanannya harus memberikan ”pelicin”. Tanda tangan dan stempel menjadi senjatanya. Mereka lupa sudah digaji bulanan dan biaya operasional kantornya sudah ditanggung anggaran negara.
 
Publik penikmat jasa layanan juga maklum bila dibebani biaya tambahan asal resmi dan ada kuitansi. Keadaan akan berbeda apabila dalam kasus semacam itu yang ditegakkan adalah pasal pemerasan. Birokrat yang menerima uang pelicin dari penerima jasa layanan sebaiknya dibidik dahulu dengan pasal pemerasan. Ciri pemerasan tersebut jelas sekali. Yakni, sang birokrat tak mau atau enggan menjalankan kewajibannya memberikan layanan apabila tidak ada uang tambahan. Sang birokrat memanfaatkan kekuasaannya dan kelemahan posisi penerima layanan.Sebab, penerima layanan mau tak mau harus berhubungan dengan sang birokrat sebagai representasi kekuasaan negara. Dengan menerapkan pasal pemerasan itu, publik penerima layanan yang dipaksa mengeluarkan uang lebih akan berani berteriak. Sebab, dia aman dari tuduhan penyuapan. Dengan banyaknya orang yang berani berbicara saat dimintai uang lebih, kebiasaan makan uang pelicin bisa diberantas. Sebab, publik merasa terlindungi ketika melaporkan pejabat yang rakus tersebut.
Sebagai kesimpulan, peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil sangat penting karena berhubungan langsung dengan reformasi birokrasi. 
Kemal Anshari Elmizan
1102001002

Selasa, 22 November 2011

Sikap Bela Negara



Sebagai bangsa Indonesia, semua wajib untuk membela nama baik negara Indonesia dimata Dunia. Untuk tetap menjaga nama baik Indonesia dan meningkatkan keamanan, diadakan kegiatan militer. Tentara-tentara militer merupakan cerminan tindakan bela negara yang bertugas untuk melindungi bangsa Indonesia dari ancaman luar bangsa Indonesia. Tindakan bela negara diatur juga dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Pasal 30.