Senin, 21 November 2011

Otonomi daerah: pembangunan atau pemekaran

Berkas:Maple,OakForest.jpg
Sumber Gambar
Indonesia adalah negara yang sangat besar. Gabungan luas daratan dan lautannya hampir bisa menjadi sebuah negara paling besar di dunia. Disamping itu, Indonesia adalah negara yang sangat kaya.  Hutan, laut, bumi, semua yang ada di Indonesia adalah anugerah yang besar dan berlimpah. Sangat banyak contoh yang bisa kita ambil; mulai dari tambang emas di Freeport sampai ke indahnya terumbu karang Bunaken. Tetapi disamping semua anugerah ini, kita juga harus bisa mengelolanya dengan baik. Berbagai macam sumber-sumber kekayaan di berbagai macam daerah di Indonesia harus mampu dikelola dengan baik dan bijaksana untuk mencapai hasil yang maksimal.

Kekayaan sumber alam Indonesia tersebar di semua wilayah di Indonesia, walaupun tidak dengan merata. Hal ini tentu awalnya tidak menimbulkan masalah apa-apa; masalah besar terbentuk ketika hendak mengelolanya. Dalam rangka pengelolaan kekayaan-kekayaan daerah, tentu kita juga perlu pengatur atau pusat pengelola kekayaan-kekayaan tersebut. Masalah kuat yang juga timbul adalah ketika sebuah daerah yang berkontribusi besar dalam segi kekayaan alam tidak didukung kuat dalam proses pengembangannya.
Semua wilayah di indonesia sangat unik, mulai dari bahasa, adat, tatanan geografis sampai kekayaan alamnya. Dan selayaknya kita harus mengembangkan kekayaan di setiap daerah secara merata. Untuk hal ini, secara eksplisit pembangunan di setiap bidang di setiap daerah harus berjalan secara seimbang. Namun, secara praktek ini tidak berjalan dengan baik karena berbagai macam kendala.

Masih segar sebuah anekdot sederhana yang diceritakan orang-orang tua dulu. Beginilah kenapa GAM (gerakan aceh merdeka) masih bergerilya dan bertahan sampai sekarang, di daerah kita banyak sungai, tapi tidak ada yang membangun jembatan. Sementara di pusat sana, sungainya tidak ada tapi jembatannya banyak. Ini adalah sebuah anekdot lama yang mungkin menjadi akar adanya otonomi daerah. Harus diakui, masih banyak baerah-daerah di Indonesia yang perlu “dibangun”. Berita bulan september 2011 lalu yang mengatakan beberapa daerah di wilayah indonesia timur yang belum terdapat aliran listrik adalah suatu bukti kuat dan nyata bahwa pengembangan daerah di Indonesia belum merata. Sudah lebih dari enam puluh tahun indonesia merdeka masih ada wilayah yang belum menikmati listrik.Tentu kita semua terkejut mendengar berita ini.

Masalah pembangunan yang kurang merata di semua daerah berhunungan erat dengan otonomi daerah. Otonomi daerah bisa dianggap kurang berhasil jika setiap daerah yang otonom belum mampu mengatasi masalah pembangunan daerahnya. Banyak masalah yang menyebabkan otonomi daerah kurang berhasil, salah satunya adalah pemerintah daerah yang terlalu fokus ke reformasi struktur pemerintahan dan birokrasi. Sebagian besar pemerintah daerah otonom masih fokus untuk merapikan struktur dan perlengkapan pemerintahannya, sehingga membutuhkan dana yang cukup besar. Jika terlalu menyulitkan masalah merapikan pemerintahan, bagaimana dengan kerjanya?

Masalah lain yang juga menyebabkan pemda masih belum bisa memberikan pelayanan ke masyarakat adalah kurangnya kompetensi para aparatur dalam satuan kerja. Untuk masalah ini, solusi yang bisa diberikan mungkin hanya diperlukan seleksi yang lebih ketat untuk menentukan kompetensi dan kapasitas para aparatur yang bertugas di daerah otonom terkait. Hal ini juga sangat penting untuk menghindari penyelewengan kekuasaan, dan berakibat pada gagalnya pelayanan pemerintah daerah ke masyarakat.

Otonomi daerah dinilai banyak tak berhasil dan kebablasan. Perundang-undangan yang ada sekarang terlanjurmembuka pintu lebar-lebar bagi kalangan oportunis yang ingin menumpang dalam gerakan pemekaran (pembentukan) daerah. Peraturan pemerintah tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah adalah salah satu contohnya.

Niat peraturan pemerintah itu luhur: menyuburkan demokrasi hingga ke daerah-daerah. Tapi rupanya peraturan itu menjadi pintu masuk oknum-oknum koruptor untuk menikmati aliran dana ke daerah. Otonomi daerah belum bisa diklaim berhasil, tapi juga belum gagal. Otonomi daerah didistorsi oleh banyak faktor, mulai dari pemekaran wilayah, penafsiran secara sederhana oleh DPR, pilkada langsung, dan kurangnya pengawasan terhadap pemimpin daerah.

Sebenarnya, selain untuk tujuan pemerataan pembangunan, setidaknya ada 2 tuntutan lain pada desentralisasi atau otonomi daerah ini. Pertama, tuntutan daerah untuk mendapatkan ruang partisipasi yang lebih dalam mengelola perekonomian, politik, maupun budaya melalui sistem yang lebih demokratis. Kedua,  meredam gejolak yang kuat di beberapa wilayah yang menyuarakan kepentingan untuk lepas dari negara kesatuan republik Indonesia. Tak ada yang keliru dalam kedua konsep ini.

Belum lagi kalau kita menengok ke mana saja pemerintah daerah membelanjakan uang yang mereka dapatkan dari pos dana alokasi umum dan berbagai program pemerintah pusat itu. Sebagian besar masih dihabiskan untuk membiayai gaji pegawai negeri, membangun aneka fasilitas perkantoran daerah, membeli mobil dinas, dan biaya biaya rutin lainnya. Alokasi yang langsung bisa menyentuh pada program kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan dan kesehatan serta upaya peningkatan ekonomi loka, tetap saja mendapat porsi yang terlalu kecil. Fakta bahwa desentralisasi bahkan sama sekali tak mengikis praktek korupsi di negeri ini juga telah menimbulkan sinisme tersendiri.

Walaupun dalam prakteknya otonomi daerah lebih cenderung ke pemekaran, sedikit demi sedikit beberapa kisah sukses pembangunan daerah sudah terlihat. Ada beberapa daerah yang dulunya gelap di tengah hutan sekarang menjadi terang benderang berkelimpahan energi, yang dulu terisolasi kini sudah membebaskan dirinya dengan pembangunan jalan yang mulus dan lebar. Beberapa pemerintah Daerah malah mampu membuktikan lebih efektif dengan menerapkan sistem pelayanan satu atap. Meski kemajuan kemajuan yang ada mungkin belum mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan, setidaknya tujuan otonomi daerah yaitu kesejahteraan yang meningkat, layanan publik yang baik, dan akses ekonomi yang melebar, sudah didekati.

Sekali lagi, Indonesia adalah negara yang sangat besar. Tentu dibutuhkan tenaga dan upaya yang besar pula untuk mengurus dan mengelolanya secara baik dan maksimal. Memang banyak masalah dan rintangan yang dihadapi dalam otonomi daerah dan pembangunan, tapi kita harus tetap optimis.


Kemal Anshari Elmizan
1102001002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar